Selasa, 03 November 2015

RAGAM BAHASA INDONESIA

D
alam suasana akrab, penutur bahasa biasanya sering menggunakan kalimat-kalimat pendek, kata-kata dan ungkapan yang maknanya hanya dipahami dengan jelas oleh peserta percakapan itu. Sebaliknya, dalam suasana resmi, seperti dalam pidato resmi, ceramah ilmiah, perkuliahan, dalam rapat resmi biasanya digunakan kalimat-kalimat panjang, pilihan kata, dan ungkapan sesuai dengan tuntunan kaidah bahasa yang benar.
                Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik, yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
MACAM-MACAM RAGAM BAHASA INDONESIA 
1.            Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
        Ragam suatu bahasa dapat juga dibedakan berdasarkan jenis kesatuan dasarnya (Halim, 1998). Dilihat dari wujud kesatuan dasar ini ragam bahasa dapat pula dibedakan antara ragam lisan dan ragam tulisan. Kesatuan dasar ragam tulisan adalah huruf. Tidak semua bahasa terdiri atas ragam lisan dan tulisan, tetapi pada dasarnya semua bahasa memiliki ragam lisan. 
a.              Ragam Bahasa Lisan
         Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :  1)   Memerlukan kehadiran orang lain;
                                        2)   Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap;
                                        3)   Terikat ruang dan waktu; dan
                                        4)   Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
Kelebihan ragam bahasa lisan adalah dapat menatap langsung ekspresi orang sebagai lawan pembicara.
b.        Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis: 1)   Tidak memerlukan kehadiran orang lain;
                                                 2)   Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap
                                                 3)   Tidak terikat ruang dan waktu; dan
                                                 4)   Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kekurangan ragam bahasa tulis adalah sering terjadi kesalahan tanggapan antara pembaca dan penulis. Selain itu, ragam bahasa tulis dapat menyebabkan kurang jelasnya penyampaian makna yang dimaksud.
Hubungan antara lisan dan ragam tulisan adalah timbal balik. Ragam tulisan melambangkan ragam lisan dengan pengertian bahwa kesatuan ragam tulisan melambangkan ragam tulisan, yaitu huruf melambangkan kesatuan-kesatuan dasar lisan, yaitu bunyi bahasa dalam bentuk yang dapat dilihat. Hubungan perlambangan antara kedua ragam bahasa itu tidak jarang menimbulkan kesan bahwa struktur lisan sama benar dengan struktur ragam tulisan. Dalam kenyataan, kedua ragam bahasa itu pada dasarnya berkembang menjadi dua sistem bahasa yang terdiri atas perangkat kaidah yang tidak seluruhnya sama. Ini berarti bahwa kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku juga bagi ragam tulisan, kaidah yang mengatur menghilangkan unsur-unsur tertentu dalam kalimat ragam lisan, misalnya tidak berlaku seluruhnya bagi ragam tulisan, yang menuntut adanya kalimat-kalimat dalam bentuk selengkap mungkin.
Dalam hubungan dengan bahasa Indonesia, perbedaan antara kaidah ragam lisan dan kaidah ragam tulisan telah berkembang sedemikian rupa, sehingga kedua ragam itu memrlukan pembakuan yang berbeda, sesuai dengan perkembangannya sebagai bahasa perhubungan antar daerah dan antar suku selama berabad-abad di seluruh Indonesia (Teew, 1961; Halim, 1998).
2.    Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
  • Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). 
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
  • Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.  
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya bawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai. 
Contoh:
1) Ira mau nulis surat dan Ira mau menulis surat
2) Saya akan ceritakan tentang Kancil dan Saya akan menceritakan tentang Kancil.
3.      Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur. 
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
4.      Ragam bahasa ilmiah 
adalah  karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.
Jenis karangan ilmiah :
  • Makalah      : Karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
  • Kertas kerja  : Makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya
  • Skripsi         : Karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
  • Tesis                  : Karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi
  • Disertasi       : Karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci. 
Ciri-ciri karangan ilmiah :  
  •  Sistematis
  •   Objektif 
  • Cermat, tepat dan benar 
  • Tidak persuasif 
  • Tidak argumentatif 
  • Tidak emotif 
  •  Tidak mengejar keuntungan sendi 
  • Tidak melebih-lebihkan sesuatu. 
5.            Ragam Bahasa Non Ilmiah
Non Ilmiah (Fiksi) adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta pribadi dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dan lainnya. Bentuk karangan non ilmiah adalah dongeng, cerpen, novel, roman, anekdot, hikayat, cerber, puisi dan naskah drama.
Ciri-ciri Karangan Non Ilmiah :
  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi 
  • Fakta yang disimpulkan subjektif 
  • Gaya bahasa konotatif dan popular 
  • Tidak memuat hipotesis 
  • Penyajian dibarengi dengan sejara
  •  Bersifat imajinatif 
  • Situasi didramatisir 
  • Bersifat persuasive

PENGGUNAAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Pengertian EYD

Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan caramenuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudimematuhi ramburambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan



RUANG LINGKUP EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :

1.      Pemakaian Huruf

Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.

a.      Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia  terdiri atas huruf berikut.Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.

b.      Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata.


c.       Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah huruf yang selain huruf vokal yang terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

d.      Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.Contoh pemakaian dalam kata
e.       Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Contoh pemakaian dalam kata



2.      PENULISAN HURUF

Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu:

  • Penulisan Huruf Besar
  • Penulisan Huruf Miring

Lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut.
a.  Penulisan Huruf Besar (Kapital)
     Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal,yaitu :
 1)   Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
      Misalnya : 

    • Dia menulis surat di kamar

    • Tugas bahasa Indonesia sudah dikerjakan.
2)   Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
      Misalnya :

    •  Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.
    •  “Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.
3) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang    berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
Misalnya :

    • Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang
    • Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.
4) Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
 Misalnya :

    •  Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin
    • Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.
5) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
Misalnya :

    • Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil
    •  Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik.
6) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
Misalnya :

    •  Ibrahim Naki
    • Nofayanti
7) Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,  dan nama bahasa. 
Misalnya :

    •  bangsa Indonesia
    • suku Sunda
    • bahasa Inggris
8)  Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan   peristiwa sejarah. 
Misalnya :

    •   tahun Hijriyah hari Jumat
    •  bulan Desember hari Lebaran
    • Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
9) Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri. Misalnya :

    •  Laut Jawa Jazirah Arab
    •  Asia Tenggara Tanjung Harapan
10) Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung. 
Misalnya :

    • Republik Indonesia
    • Majelis Permusyawaratan Rakyat
11)  Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
Misalnya :

    • Surat Saudara sudah saya terima. 
    •  Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.
12)  Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya :

    • Surat Anda telah saya balas
    • Sudahkah Anda sholat?
13) Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya :

    • Dr. Ibrahim Naki
    • Abdul Manaf Husain, S.H
14) Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

    • Perserikatan Bangsa-Bangsa
    • Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
15) Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.
Misalnya :

    • Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
    • Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”


b. Penulisan Huruf Miring

Huruf miring digunakan untuk :

1)  Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya :

  •  Buku Negara kertagama karangan Prapanca.
  • Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca.
  • Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.

2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
     Misalnya :
  • Huruf pertama kata abad adalah a.
  • Dia bukan menipu, tetapi ditipu
  • Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.


  3.   PENULISAN KATA 

        Ada bebrapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu : 

1)       Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.

Misalnya :

    •  Dia teman baik saya.
2)   Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
          Misalnya :
    •  Membaca
    • Menulis
Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya :
    • Bertepuk tangan
    • Sebar luaskan.
Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
    •  Menandatangani
    • Keanekaragaman.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
    • Antarkota
    •  Mahaadil


3)       Kata Ulang

Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-).  Jenis jenis kata ulang yaitu :

    • Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.  Misalnya = Laki : Lelaki
    • Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-laki
    • Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur : Sayur-mayur
    •  Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan. Misalnya =Main : Bermain-main




4.        PENULISAN UNSUR SERAPAN

Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan. Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris. Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :

• Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.

  Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.


5.  PEMAKAIAN TANDA BACA 
Ø Tanda Titik (.)

Penulisan tanda titik di pakai pada :

o   Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan

o   Akhir singkatan nama orang.

o   Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.

o   Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.

o   Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.

o   Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

o   Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

o   Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel.



Ø  Tanda koma (,)

Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :

o   Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

o  Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.

o  Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

o  Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.

o   Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

o   Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.

o   Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

o  Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

o   Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

o  Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

o Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.

o   Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru. 


Ø  Tanda Titik Tanya ( ? )

Tanda tanya dipakai pada :

o   Akhir kalimat tanya.

o   Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.


Ø  Tanda Seru ( ! )

Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat. 


Ø  Tanda Titik Koma ( ; )

Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. ü Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. 


Ø  Tanda Titik Dua ( : )

 Tanda titik dua dipakai :
    • Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
    • Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
    • Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
    •  Di antara jilid atau nomor dan halaman
    • Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
    • Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
    • Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Ø  Tanda Elipsis (…)

Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.



Ø  Tanda Garis Miring ( / )

Tanda garis miring ( / ) di pakai :

    • Dalam penomoran kode surat.
    • Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

Ø  Tanda Penyingkat atau Apostrof ( „)

o   Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.

o   Tanda Petik Tunggal ( „…‟ )

o   Tanda petik tunggal dipakai :

o   Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.

o   Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.



Ø  Tanda Petik ( “…” )

 Tanda petik dipakai :

o   Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum

o   Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.

o   Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.